"Iwan fals bukanlah sosok yang lahir terus menjadi besar dengan Fans yang hampir ada di seluruh Indonesia dengan Oi sebagai benderanya. Sebuah proses dan perjuangan panjang harus ia lalui, dengan berbagai karakter, pemberonak, kritikus, pemikir, bahkan metafisikus yang menggugah kesadaran transendental."
Masa Kecil Iwan Fals (1961-1975)
Iwan fals dilahirkan di Jakarta, 03 September 1961, dengan nama kecil Virgiawan Listanto. Ibunya, Lies, lahir 24 Juni 1940 dan Bapaknya, Haryoso, lahir 19 Agustus 1923 di Nganjuk, Jawa Timur. Bapaknya meninggal dunia pada tahun 1977 sebagai pensiunan Angkatan Darat (AD) dengan pangkat terakhir Kolonel.
Iwan Fals kecil akrab disapa Tanto. Keluarganya termasuk keluarga besar. Tanto kecil tergolong anak yang penurut, lembut, dan mempunyai rasa solidaritas dan toleransi yang tinggi terhadap kawannya. Masa kecilnya lebih banyak dihabiskan bersama Ibunya, yang saat itu menjadi pimpinan Yayasan Yatim Piatu. Sebagai anak pemimpin yayasan, kehidupannya pun tidak jauh dari persoalan yang pada akhirnya mendidiknya memiliki kepekaan sosial yang tinggi seiring dengan seiringnya ia bergaul dengan anak anak panti.
Anak anak panti melebar menjadi satu keluarga. Tanto kecl pun memossikan diri sebagai saudara dan kakak bagi mereka, tanpa membedakan satu dengan yang lainnya. Inilah yang menyebabkan Tanto memiliki rasa tanggung jawab yang tiggi terhadap anak-anak asuh ibunya. Hal itu pula yang telah mendidiknya menjadi orang yang arif dalam bersikap, bijaksana, dewasa, toleran, dan lembut pada sesama.
Selama jiwa sosial dan toleransi yang tinggi, masa kecil Tanto tidak seperti anak kebanyakan. Setiap mendengar 'adzan (panggilan sholat) dia menangis. Tangisannya unik dan aneh. Saat menyaksikan berita di Televisi yang memberitakan ada orang sukses, kemudian menerima penghargaan atas prestasinya, ia juga menangis. Melihat seorang ibu menunjukan cinta kasihnya kepada anaknya pun, juga mengundang emosinya yang berakhir pada tetesan air mata.
Menginjak umur 6 tahun, kepribadiannya sudah mulai terbentuk. Dia begitu lembut dan sangat toleran, jiwanya sangat peka terhadap kepedihan dan kesedihan, terlebih pada orang-orang yang kurang beruntung dalam kelaas dan startifikasi sosial.
Selepas dari Sekolah Dasar (SD), Iwan pindah ke kota Jeddah (Arab Saudi), di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) selama 6 bulan. Di sana, tepatnya di depan ka'bah, dia pernah bersujud dan berdo'a kepada Allah agar ditunjukkan jalan untuk menjadi penyanyi terkenal. Di Arab Saudi, satu-satunya yang bisa menghiburnya adalah gitar yang ia bawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu dimainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.
Dari Jeddah menuju Indonesia, bertepatan dengan musim haji, Iwan cuma menentang gitar kesayangannya, bukan membawa air zam-zam atau kurma untuk oleh-oleh keluarganya sebagaimana lazim dilakukan banyak orang. Dalam perjalanan pulang ke Indonesia di pesawat itulah, ada peristiwa yang selalu dikenangnya. Peristiwa yang membuat pengetahuannya tentang musik semakin bertambah . Bermula dari keheranan salah seorang pramugari yang melihatnya yang membawa gitar. Kemudian berlanjut pada kebaikan pramugari tersebut, yang mengajarkannya sebuah tembang karya Bob Dylan berjudul Blowing in the Wind.
Dlam pergaulan sehari-hari, Iwan tidak memilih-milih dan membeda-bedakan teman. Mulai nongkrong, main sepak bola, sampai naik kereta api beramai-ramai pun pernah dia lakukan. Bahkan dia sering pergi tidak pulang sampai berhari-hari, hanya untuk menuruti kata hatinya dalam bergaul dengan teman-temannya.
Menginjak masa remaja, tepatnya saat ia kelas 2 SMP V Bandung, Iwan mulai berpisah dengan keluarganya, Dia mulai mencoba hidup mandiri, meskipun masih mendapat kiriman uang dari orang tuanya. Di Kota Bandung inilah, ia lebih mengenal musik terutama "gitar cibinong" melalui teman-temannya. Kala dahulu anak-anak sebayanya mulai mengocok gitar dengan akord-akord dangdut, rock sampai jazz yang sangat jelimet musiknya, jari jemarinya belum bisa memainkannya dengan baik. Namun semangat belajarnya yang tinggi dan minatnya yang besar terhadap musik, akhirnya Iwan Fals bisa memainkannya. Mulai lagu-lagunya Rolling Stones, Angnie, Rubby Tuesday atau Jumpink Jack Flash-nya jagger.
mengenai embel-embel "Fals" di belakang namanya yang dikenal hingga kini, itu karena Tanto kecil saat bernyanyi terdengar "Fals" atau tidak pas dengan notasi serta akord musik yang dilantunkan. Namun julukan itu akhirnya malah membawa keberuntungan (hoki) bagi dia pada waktu SMP di Bandung dan menjadi "gelar resmi"sampai sekarang.
KRONIK MASA REMAJA (1976-1980)
Iwan Fals tergolong orang yang mempunyai daya kreatifats daninsting yang tinggi dalam membuat syair. Lagu-lagu Rolling Stone muliditinggalkan. Ia pun beralih ke lagu-lagu yang baru dan akrab di telinga publik saat itu. Sebagai awal menguji kepiawiannya bermusik, pada usia 13 tahun, ia mengamen keluar masuk kampung dari satu rumah ke rumah, dari warung ke warung dan dari estoran ke restoran.
Anak anak panti melebar menjadi satu keluarga. Tanto kecl pun memossikan diri sebagai saudara dan kakak bagi mereka, tanpa membedakan satu dengan yang lainnya. Inilah yang menyebabkan Tanto memiliki rasa tanggung jawab yang tiggi terhadap anak-anak asuh ibunya. Hal itu pula yang telah mendidiknya menjadi orang yang arif dalam bersikap, bijaksana, dewasa, toleran, dan lembut pada sesama.
Selama jiwa sosial dan toleransi yang tinggi, masa kecil Tanto tidak seperti anak kebanyakan. Setiap mendengar 'adzan (panggilan sholat) dia menangis. Tangisannya unik dan aneh. Saat menyaksikan berita di Televisi yang memberitakan ada orang sukses, kemudian menerima penghargaan atas prestasinya, ia juga menangis. Melihat seorang ibu menunjukan cinta kasihnya kepada anaknya pun, juga mengundang emosinya yang berakhir pada tetesan air mata.
Menginjak umur 6 tahun, kepribadiannya sudah mulai terbentuk. Dia begitu lembut dan sangat toleran, jiwanya sangat peka terhadap kepedihan dan kesedihan, terlebih pada orang-orang yang kurang beruntung dalam kelaas dan startifikasi sosial.
Selepas dari Sekolah Dasar (SD), Iwan pindah ke kota Jeddah (Arab Saudi), di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) selama 6 bulan. Di sana, tepatnya di depan ka'bah, dia pernah bersujud dan berdo'a kepada Allah agar ditunjukkan jalan untuk menjadi penyanyi terkenal. Di Arab Saudi, satu-satunya yang bisa menghiburnya adalah gitar yang ia bawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu dimainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.
Dari Jeddah menuju Indonesia, bertepatan dengan musim haji, Iwan cuma menentang gitar kesayangannya, bukan membawa air zam-zam atau kurma untuk oleh-oleh keluarganya sebagaimana lazim dilakukan banyak orang. Dalam perjalanan pulang ke Indonesia di pesawat itulah, ada peristiwa yang selalu dikenangnya. Peristiwa yang membuat pengetahuannya tentang musik semakin bertambah . Bermula dari keheranan salah seorang pramugari yang melihatnya yang membawa gitar. Kemudian berlanjut pada kebaikan pramugari tersebut, yang mengajarkannya sebuah tembang karya Bob Dylan berjudul Blowing in the Wind.
Dlam pergaulan sehari-hari, Iwan tidak memilih-milih dan membeda-bedakan teman. Mulai nongkrong, main sepak bola, sampai naik kereta api beramai-ramai pun pernah dia lakukan. Bahkan dia sering pergi tidak pulang sampai berhari-hari, hanya untuk menuruti kata hatinya dalam bergaul dengan teman-temannya.
Menginjak masa remaja, tepatnya saat ia kelas 2 SMP V Bandung, Iwan mulai berpisah dengan keluarganya, Dia mulai mencoba hidup mandiri, meskipun masih mendapat kiriman uang dari orang tuanya. Di Kota Bandung inilah, ia lebih mengenal musik terutama "gitar cibinong" melalui teman-temannya. Kala dahulu anak-anak sebayanya mulai mengocok gitar dengan akord-akord dangdut, rock sampai jazz yang sangat jelimet musiknya, jari jemarinya belum bisa memainkannya dengan baik. Namun semangat belajarnya yang tinggi dan minatnya yang besar terhadap musik, akhirnya Iwan Fals bisa memainkannya. Mulai lagu-lagunya Rolling Stones, Angnie, Rubby Tuesday atau Jumpink Jack Flash-nya jagger.
mengenai embel-embel "Fals" di belakang namanya yang dikenal hingga kini, itu karena Tanto kecil saat bernyanyi terdengar "Fals" atau tidak pas dengan notasi serta akord musik yang dilantunkan. Namun julukan itu akhirnya malah membawa keberuntungan (hoki) bagi dia pada waktu SMP di Bandung dan menjadi "gelar resmi"sampai sekarang.
KRONIK MASA REMAJA (1976-1980)
Iwan Fals tergolong orang yang mempunyai daya kreatifats daninsting yang tinggi dalam membuat syair. Lagu-lagu Rolling Stone muliditinggalkan. Ia pun beralih ke lagu-lagu yang baru dan akrab di telinga publik saat itu. Sebagai awal menguji kepiawiannya bermusik, pada usia 13 tahun, ia mengamen keluar masuk kampung dari satu rumah ke rumah, dari warung ke warung dan dari estoran ke restoran.
Iwan Fals really is the living legend
BalasHapusitu udah pasti wajib hahahahaaaaa
BalasHapus