Senin, 24 Maret 2014

Indahnya Gunung Slamet, Tak Kalah dengan Semeru!

    

Sebagai gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa, Slamet memiliki keindahan yang tidak kalah dengan Gunung Semeru. Dari puncaknya, Anda dapat melihat lautan awan dan sunrise yang dahsyat.

Mungkin selama ini orang lebih mengenal Gunung Semeru sebagai puncak tertinggi Pulau Jawa. Sedangkan Gunung Slamet sebagai puncak tertinggi kedua di Jawa seakan terpinggirkan layaknya anak tiri. Bolehlah sedikit mengenalkan Gunung Slamet, puncak tertinggi Jawa Tengah, puncak kedua Pulau Jawa dan puncak tertinggi keempat di Indonesia.

Gunung Slamet merupakan gunung berapi dengan ketinggian 3.428 mdpl yang terletak di empat kabupaten, yakni Brebes, Banyumas, Purbalingga, dan Kabupaten Pemalang yang ada di Jawa Tengah.

Pendakian Gunung Slamet dapat dilalui melalui tiga jalur, Bambangan, Baturraden dan Kali Wadas. Jalur yang umum dilewati adalah Bambangan, sebuah dusun di Kabupaten Purbalingga. Untuk mencapai dusun Bambangan, bagi yang berdomisili di Jakarta bisa ditempuh dengan kereta api dan turun di stasiun Purwokerto. Dari stasiun Purwokerto bisa naik angkot tujuan pertigaan Serayu.

Namun, karena biasanya kereta api dari Jakarta sampai di Purwokerto dini hari, lebih baik perjalanan dilanjutkan dengan menyewa mobil. Tarifnya Rp 200 ribu untuk sampai pertigaan Serayu, atau Rp 300 ribu langsung ke basecamp di dusun Bambangan.
Basecamp Gunung Slamet

Di basecamp Bambangan kita bisa istirahat dulu 1 atau 2 jam, sambil menunggu pos pedaftaran di buka sekitar pukul 7 pagi. Dari Bambangan, perjalanan dimulai dari gapura sebelum masuk ladang pertanian. Tujuan pertama pendakian adalah pos I, Gembirung, yang dapat ditempuh sekitar 90 menit hingga 120 menit dengan jalan yang menanjak, melewati ladang pertanian dan hutan pinus.

Pos I Gembirung

Pos I adalah satu dari tiga pos di Gunung Slamet yang terdapat shelter. Banyak pendaki jika sampai di Bambangan agak sore, langsung melakukan pendakian dan bermalam disini. Dari pondok gembirung, perjalanan dilanjutkan menuju pos II walang, dengan medan yang bisa dikatakan lebih berat dari sebelumnya. Perjalanan menuju pos II walang dapat ditempuh antara 45 menit sampai 90 menit. Di pos II tidak terdapat shelter, jadi tidak disarankan untuk bermalam disini. Bila terpaksa bermalam di pos II, bisa memuat sekitar 3 atau 4 tenda dengan kapasitas lima orang.
Pos II Walang

Dari pos II menuju pos III cemara, dapat ditempuh dalam waktu 45 menit sampai 90 menit. Dengan medan yang hampir sama dengan medan dari pos I menuju pos II, tanpa ada trek mendatar sekalipun. Jika memulai perjalanan dari basecamp di Bambangan sekitar pukul 08.00 pagi, sampai di pos III cemara sekitar pukul 12 siang. Kita bisa istirahat sejenak sambil makan siang disini. Kalau pun mau mendirikan tenda disini, pos III cemara dapat memuat 5 sampai 6 tenda berukuran 5 orang.
Pos III Cemara

Setelah segar kembali karena perut di isi, perjalanan dengan medan yang tetep sama dapat dilanjutkan ke daerah paling seram di Gunung Slamet, pos IV samarantu. Jadi, amat sangat tidak diajurkan untuk bermalam di pos ini. Lebih baik naik sedikit ke pos V yang lebih aman.
Pos IV Samarantau

Dari cerita penduduk setempat, nama samarantu berasal dari kata dalam bahasa jawa "samar," yang artinya tidak terlihat dan "hantu" yang artinya hantu. Jadi, arti samarantu itu hantu yang tidak terlihat. Jika memang mau "uji nyali" seperti di acara tv, pos IV samarantu dapat memuat 3-4 tenda berukuran 5 orang.

 Pos V Mata Air

Pos berikutnya adalah pos V sumber air, disinilah sumber air terakhir via jalur Bambangan. Tapi, perlu dingat bahwa sumber air di Pos V hanya terdapat di musim hujan, jadi jika pendakian dilakukan dimusim kemarau, harap membawa air dari bawah. Dari pos IV samarantu menuju pos V sumber air dapat ditempuh dalam waktu 30 - 45 menit, dengan medan yang masih sama. Kalau fisik sudah tidak memungkinkan, disarankan untuk bermalam di Pos V, karena disini terdapat shelter yang dapat memuat 10-15 orang.

Namun bila fisik masih mumpuni, dianjurkan untuk melanjutkan perjalanan dan bermalam di pos VII, agar lebih dekat saat "summit attack" esok paginya. Sebelum menuju pos VII, kita harus melewati pos VI samyang rangkah. Perjalanan menuju pos VI samyang rangkah dapat ditempuh sekitar 30 - 45 menit dengan medan yang masih tetap sama, tapi dengan pemandangan sedikit berbeda. Vegetasi mulai berkurang, dan jika cuaca cerah, di track ini kita bisa melihat Gunung Sindoro dan Sumbing.

Dari pos VI samyang rangkah, kita memerlukan waktu sekitar 30 - 45 menit menuju pos VII samnyang jampang. Inilah camp terakhir yang disarankan sebelum menuju puncak. Selain terdapat shelter yang bisa memuat 10-15 orang, di pos VII juga terdapat lahan yang cukup luas untuk mendirikan tenda jika tidak kebagian tempat di shelter.
 Pos VII Samnyang Jampang

Dari pos VII menuju puncak dibutuhkan waktu sekitar 1 - 2 jam, melewati pos VIII kendit. Di lereng menuju puncak curam, sangat tidak disarankan mendirikan tenda. Dari pos VII menuju pos VIII kendit membutuhkan waktu sekitar 15 - 30 menit.
Pos IX Palawangan

Dari kendit dibutuhkan sekitar 15 - 30 menit lagi untuk mencapai Pos IX palawangan yang merupakan batas terakhir vegetasi. Selepas palawangan kita akan mendaki lereng curam yang dipenuhi kerikil untuk mencapai puncak. Dari pos IX menuju puncak, dibutuhkan waktu 30 menit sampai satu jam dengan medan curam berbatu, namun pemandangannya sangat eksotis.

Seperti kata pepatah, "berakit-rakit kehulu berenang ketepian", setelah melewati medan yang sangat menyiksa, disambut puncak yang sangat indah dengan sunrise dan lautan awannya.

Setelah puas menikmati puncak, kita dengan berat hati harus turun karena matahari sudah mulai tinggi. Walaupun perjalanan turun, karena medan yang sulit menjadi tidak mudah. Setelah sarapan dan packing, kita meluncur turun kembali ke dusun Bambangan. Waktu yang ditempuh untuk turun ke Bambangan sekitar 3-4 jam.

Mungkin ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika ingin mendaki Gunung Slamet. Hindari untuk memilih bulan Februari, karena bulan itu cuaca sangat ekstrim dan banyak menelan korban jiwa. Jika ingin mendaki di musim kemarau, usahakan untuk membawa persediaan air dari Bambangan. Karena dikhawatirkan air di pos V tidak mengalir.

Terakhir saya ingin mengutip sebuah quote keren yang mungkin bisa memberi motivasi untuk mendaki gunung, dari seorang pensiunan akuntan berusia 60 tahun yang mampu menaklukan Gunung Kilimanjaro, puncak tertinggi Afrika, Barry Finley. "Every mountain top is within reach if you just keep on climbing." Selamat menaklukan puncak-puncak Indonesia.


Senin, 03 Maret 2014

BIOGRAFI & KARYA IWAN FALS

"Iwan fals bukanlah sosok yang lahir terus menjadi besar dengan Fans yang hampir ada di seluruh Indonesia dengan Oi sebagai benderanya. Sebuah proses dan perjuangan panjang harus ia lalui, dengan berbagai karakter, pemberonak, kritikus, pemikir, bahkan metafisikus yang menggugah kesadaran transendental."


Masa Kecil Iwan Fals (1961-1975) 

  Iwan fals dilahirkan di Jakarta, 03 September 1961, dengan nama kecil Virgiawan Listanto. Ibunya, Lies, lahir 24 Juni 1940 dan Bapaknya, Haryoso, lahir 19 Agustus 1923 di Nganjuk, Jawa Timur. Bapaknya meninggal dunia pada tahun 1977 sebagai pensiunan Angkatan Darat (AD) dengan pangkat terakhir Kolonel.
  Iwan Fals kecil akrab disapa Tanto. Keluarganya termasuk keluarga besar. Tanto kecil tergolong anak yang penurut, lembut, dan mempunyai rasa solidaritas dan toleransi yang tinggi terhadap kawannya. Masa kecilnya lebih banyak dihabiskan bersama Ibunya, yang saat itu menjadi pimpinan Yayasan Yatim Piatu. Sebagai anak pemimpin yayasan, kehidupannya pun tidak jauh dari persoalan  yang pada akhirnya mendidiknya memiliki kepekaan sosial yang tinggi seiring dengan seiringnya ia bergaul dengan anak anak panti.
  Anak anak panti melebar menjadi satu keluarga. Tanto kecl pun  memossikan diri sebagai saudara dan kakak bagi mereka, tanpa membedakan satu dengan yang lainnya. Inilah yang menyebabkan Tanto memiliki rasa tanggung jawab yang tiggi terhadap anak-anak asuh ibunya. Hal itu pula yang telah mendidiknya menjadi orang yang arif dalam bersikap, bijaksana, dewasa, toleran, dan lembut pada sesama.
  Selama jiwa sosial dan toleransi yang tinggi, masa kecil Tanto tidak seperti anak kebanyakan. Setiap mendengar 'adzan (panggilan sholat) dia menangis. Tangisannya unik dan aneh. Saat menyaksikan berita di Televisi yang memberitakan ada orang sukses, kemudian menerima penghargaan atas prestasinya, ia juga menangis. Melihat seorang ibu menunjukan cinta kasihnya kepada anaknya pun, juga mengundang emosinya yang berakhir pada tetesan air mata.
  Menginjak umur 6 tahun, kepribadiannya sudah mulai terbentuk. Dia begitu lembut dan sangat toleran, jiwanya sangat peka terhadap kepedihan dan kesedihan, terlebih pada orang-orang yang kurang beruntung dalam kelaas dan startifikasi sosial.
  Selepas dari Sekolah Dasar (SD), Iwan pindah ke kota Jeddah (Arab Saudi), di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) selama 6 bulan. Di sana, tepatnya di depan ka'bah, dia pernah bersujud dan berdo'a kepada Allah agar ditunjukkan jalan untuk menjadi penyanyi terkenal. Di Arab Saudi, satu-satunya yang bisa menghiburnya adalah gitar yang ia bawa dari Indonesia.  Saat itu ada dua lagu yang selalu dimainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.
  Dari Jeddah menuju Indonesia, bertepatan dengan musim haji, Iwan cuma menentang gitar kesayangannya, bukan membawa air zam-zam atau kurma untuk oleh-oleh keluarganya sebagaimana lazim dilakukan banyak orang. Dalam perjalanan pulang ke Indonesia di pesawat itulah, ada peristiwa yang selalu dikenangnya. Peristiwa yang membuat pengetahuannya tentang musik semakin bertambah . Bermula dari keheranan salah seorang pramugari yang melihatnya yang membawa gitar. Kemudian berlanjut pada kebaikan pramugari tersebut, yang mengajarkannya sebuah tembang karya  Bob Dylan berjudul Blowing in the Wind.
  Dlam pergaulan sehari-hari, Iwan tidak memilih-milih dan membeda-bedakan teman. Mulai nongkrong, main sepak bola, sampai naik kereta api beramai-ramai pun pernah dia lakukan. Bahkan dia sering pergi tidak pulang sampai berhari-hari, hanya untuk menuruti kata hatinya dalam bergaul dengan teman-temannya.
  Menginjak masa remaja, tepatnya saat ia kelas 2 SMP V Bandung, Iwan mulai berpisah dengan keluarganya, Dia mulai mencoba hidup mandiri, meskipun masih mendapat kiriman uang dari orang tuanya. Di Kota Bandung inilah, ia lebih mengenal musik terutama "gitar cibinong" melalui teman-temannya. Kala dahulu anak-anak sebayanya mulai mengocok gitar dengan akord-akord dangdut, rock sampai jazz yang sangat jelimet musiknya, jari jemarinya belum bisa memainkannya dengan baik. Namun semangat belajarnya yang tinggi dan minatnya yang besar terhadap musik, akhirnya Iwan Fals bisa memainkannya. Mulai lagu-lagunya Rolling Stones, Angnie, Rubby Tuesday atau Jumpink Jack Flash-nya jagger.
mengenai embel-embel "Fals" di belakang namanya yang dikenal hingga kini, itu karena Tanto kecil saat bernyanyi terdengar "Fals" atau tidak pas dengan notasi serta akord musik yang dilantunkan. Namun julukan itu akhirnya malah membawa keberuntungan (hoki) bagi dia pada waktu SMP di Bandung dan menjadi "gelar resmi"sampai sekarang.

KRONIK MASA REMAJA (1976-1980)
  Iwan Fals tergolong orang yang mempunyai daya kreatifats daninsting yang tinggi dalam membuat syair. Lagu-lagu Rolling Stone muliditinggalkan. Ia pun beralih ke lagu-lagu yang baru dan akrab di telinga publik saat itu. Sebagai awal menguji kepiawiannya bermusik, pada usia 13 tahun, ia mengamen keluar masuk kampung dari satu rumah ke rumah, dari warung ke warung dan dari estoran ke restoran.